AGUNG HARSYA-  " Myanmar mulai bergeliat menunjukkan jati diri di sepakbola Asia Tenggara".
Kalimat itu meluncur dari Myo, teman baru 
saya dari negeri yang dialiri sungai Irawadee, Myanmar. Kalau Anda malas
 membuka ensiklopedia, negara ini dikenal juga dengan nama Burma, punya 
tokoh pergerakan bernama Aung San Suu Kyi, dan menyimpan potensi besar 
pada sepakbola seperti yang disuguhkan Kyi Lin di hari pertama Grup A 
AFF Suzuki Cup 2012, Sabtu (24/11) lalu.
Pada hari itu, mendadak 
hujan deras turun persis satu jam sebelum turnamen sepakbola terbesar di
 Asia Tenggara dimulai di Bangkok. Wartawan yang sudah menempati kursi 
di tribun media terpaksa mengungsi mencari tempat yang tak terjamah 
siraman hujan, termasuk tim GOAL.com Asia Tenggara. Di 
sisi lain, turunnya hujan menjadi semacam berkah tersembunyi dalam 
memadamkan gejolak politik Thailand. Dua malam sebelumnya Perdana 
Menteri Yingluck Shinawatra menyatakan keadaan waspada untuk tiga 
distrik di Bangkok karena adanya ancaman protes dari kelompok Pitak Siam
 yang menentang pemerintahan saat ini. Sabtu pagi, delapan jalan utama 
Bangkok diblokir dan 20 ribu polisi disiagakan mengamankan situasi. 
Kabarnya hampir 100 ribu pendemo akan meramaikan demonstrasi. Namun, 
rupanya Pitak Siam gagal menghimpun pendukung dengan jumlah yang 
diharapkan sehingga kemudian pemimpin mereka, Boonlert Kaewprasit, 
menyatakan mundur dari gerakan politik apapun.
Kemudian hujan 
juga menandakan dimulainya AFF Cup. Kejuaraan dua tahunan yang 
ditunggu-tunggu penggemar sepakbola se-Asia Tenggara. Sesungguhnya gaung
 turnamen tidak begitu terasa di Bangkok. Selain bertepatan dengan hari 
status waspada, penduduk Bangkok tidak terlalu antusias dalam mendukung 
timnas mereka. Menurut pemimpin redaksi GOAL.com Thailand,
 Joe Patit, sudah bagus pertandingan mereka melawan Filipina Sabtu 
petang itu diramaikan kira-kira 10 ribu orang. Bahkan jumlah itu 
sebenarnya di luar dugaan.
Di atas lapangan yang licin, empat tim
 peserta Grup A pantang menyerah. Pemain Myanmar bernomor punggung 8, 
Kyi Lin, membuktikan potensi menjadi salah satu bintang Asia Tenggara 
dengan mengacak-acak pertahanan Vietnam sampai akhirnya kapten Nguyen 
Minh Duc menjatuhkannya di kotak penalti. Eksekusi Kyi Lin pun 
membuahkan satu poin bagi Myanmar. Kabarnya, sudah ada beberapa klub 
Thailand yang memantau dan tertarik merekrut permata Myanmar berusia 21 
tahun itu, bahkan termasuk dari Jepang. Sampai menunggu tawaran yang 
nyata, Kyi Lin tengah giat belajar bahasa Inggris untuk membuka jalan 
bermain di luar negeri.
Di laga kedua, Thailand memeragakan 
kebolehan teknik mereka dalam mengatasi permainan Filipina yang 
mengandalkan fisik dan miskin kreasi. Datsakorn Thonglao barangkali tipe
 pemain yang malas, tapi kreasinya menyebabkan dua sayap Thailand sangat
 hidup sehingga dua gol di babak pertama lahir dari sektor itu. Ketika 
Thonglao terpaksa diganti karena cedera, Filipina bangkit membalas. 
Beruntung hanya satu gol yang berhasil disarangkan Azkals melalui kaki Paul Mulders sehingga tim Gajah Perang sukses mengamankan poin penuh.
Sehari setelah melalui hujan lebat dan 
maraton liputan dua pertandingan sekaligus, kami melepas lelah di sebuah
 pojokan bar di kawasan Pathumwin. Ada sekumpulan pria multibangsa di 
sini. Orang Vietnam, Myanmar, dan seorang Italia yang lama tinggal di 
Jepang dan kini bermukim di Singapura, dan tentu saja ada wakil 
Indonesia di sana. Kami semua asyik membahas perkembangan sepakbola Asia
 Tenggara. Kekuatan mulai tersebar merata karena negara minor seperti 
Laos dan Myanmar tak hendak selamanya menjadi tim pelengkap AFF Cup. Ada
 keinginan besar bagi mereka untuk melampaui batas-batas yang memisahkan
 antara negara kuat dan lemah dalam sepakbola.
Setelah Myanmar, 
Laos berhasil menahan imbang Indonesia 2-2 di Grup B di Kuala Lumpur. 
Harus dicatat, rata-rata usia skuat Laos untuk AFF Cup adalah 23,9 tahun
 dan mereka hanya membawa 20 pemain karena dua orang batal dipanggil 
karena harus mengikuti ASEAN University Games. Laos dan Myanmar 
sama-sama berangkat dari fase kualifikasi turnamen dan mereka 
menunjukkan perkembangan sepakbola masing-masing. Jika Laos ditangani 
pelatih asal Jepang Kokichi Kimura, Myanmar beraroma Korea Selatan. 
Federasi Myanmar (MFF) mendapat sokongan dana dari sebuah sponsor 
otomotif asal Korea Selatan sehingga dapat menggaji mahal pelatih Park 
Sung-hwa dan stafnya yang mempromosikan banyak pemain muda dalam skuat 
saat ini. Berapa rata-rata usia skuat Myanmar di turnamen tahun ini? 
Hanya 21,9 tahun.
Padahal Myanmar baru belakangan ini membentuk 
akademi nasional dan hanya dua klub yang memulai sistem pembinaan usia 
dini, yaitu Yangon United dan Yadanarbon. Ada enam pemain Yangon United 
yang memperkuat timnas Myanmar di AFF Cup 2012, sekaligus menjadikan 
pasukan Ivan Kolev itu sebagai salah satu penyuplai pemain terbanyak ke 
timnas di turnamen. Banyak bintang muda Myanmar yang menetas dan siap 
melejit selain Kyi Lin. Kalau saja tidak digagalkan kekacauan 
administrasi, striker potensial mereka yang baru berusia 19 tahun, Kyaw 
Ko Ko, seharusnya sudah memenuhi undangan berlatih dengan salah satu 
klub Jerman. Sayangnya, Ko Ko tidak dapat berpartisipasi di AFF Cup 
tahun ini karena mengalami cedera.
Myo, kawan baru saya itu, 
bercita-cita menyaksikan sepakbola Myanmar yang maju. Ketika meliput SEA
 Games tahun lalu, dia sangat terkesan dengan animo penonton Indonesia 
yang memadati stadion Gelora Bung Karno Senayan. Kemajuan Jakarta juga 
mencengangkannya. Bangunan-bangunan tinggi, moda transportasi busway,
 dan nasi goreng adalah hal yang membuatnya berkesan selama singgah. 
Melalui sepakbola, Myo merasa sedikit banyak dapat membangun Myanmar 
secara keseluruhan. Kesempatan mengikuti skuat Myanmar di AFF Cup 2012 
pun dimanfaatkannya mempelajari sistem pengelolaan klub Thailand yang 
jauh lebih maju.
Tidak terhindarkan kalau obrolan ini 
menyinggung pula masalah politik. Myanmar diperintah rezim militer yang 
telah berkuasa 40 tahun. Situasi ini memancing Myo membentuk 
karakternya. Menurutnya, resolusi lebih penting daripada konflik dan 
perubahan lebih penting daripada rasa puas. Perubahan dapat dilakukan 
melalui sepakbola. Sepakbola dijadikannya semacam kegiatan politik 
praktis yang produktif. Untuk cita-cita itu pula dia melepas angan 
menjadi pelaut untuk menjadi wartawan dan penulis.
Myanmar akan 
menghadapi Thailand pada laga berikutnya Selasa esok. Kedua negara punya
 riwayat perseteruan panjang sejak zaman raja-raja Burma dan Siam. Latar
 belakang politik yang kerap dijadikan latar belakang perseteruan 
sepakbola di banyak tempat lainnya di dunia, termasuk misalnya Indonesia
 dan Malaysia. Namun, Myo jengah dengan semuanya. Sepakbola bukanlah 
alat konflik, justru sarana memperbaiki diri.
"Saya orang 
Myanmar, kamu orang Indonesia. Ada lagi Thailand, Vietnam, Kamboja, 
Malaysia, Singapura, Laos... Semua sama saja, sama-sama manusia, yang 
membedakan cuma tanah tempat kita tinggal. Kenapa harus berdiam di dalam
 sekat-sekat yang membatasi kita?"
Hampir pukul 1 dinihari 
di Bangkok. Pelayan bar menghampiri dan mengingatkan kami kalau sudah 
waktunya mereka tutup. Masih ada dua hari pertandingan lagi yang akan 
kami saksikan hingga akhir pekan ini untuk melihat bagaimana Myanmar 
bergelut mengatasi persaingan di grupnya.   
Home »
Berita Bola
 » CATATAN AFF Suzuki Cup 2012: Sepakbola Melintasi Sekat-Sekat
CATATAN AFF Suzuki Cup 2012: Sepakbola Melintasi Sekat-Sekat
Written By Unknown on Monday, 26 November 2012 | 22:30
Labels:
Berita Bola






Post a Comment
silahkan beri komentar anda disini..