Mungkin kita pernah mendengar sebagian ritual yang dilakukan
seseorang untuk menolak bencana (bala’) yang dikhawatirkan terjadi.
Misalnya memotong kerbau, lalu kepalanya ditanam di area tertentu.
Melemparkan kambing atau ayam ke sungai atau danau yang dikhawatirkan
bisa mencelakakan diri seseorang. Atau memotong hewan tertentu dengan
jenis tertentu agar yang punya hajat lancar dan sukses melaksanakan
acara atau agenda yang ada.
Memang tidak ada orang yang suka tertimpa bencana atau petaka, kecil
atau besar. Oleh sebab itu semua orang berupaya untuk menghindar dan
menyelamatkan diri dari bencana yang ditakuti. Akan tetapi kita tidak
boleh salah langkah dalam menanggulangi atau mengantisipasi datangnya
musibah. Karena kalau kita salah, maka apa yang kita lakukan tersebut
akan menjadi musibah tersendiri, bahkan lebih besar. Sebab dengan
melakukan ritual syirik untuk menghalau musibah yang akan datang,
akibatnya sangat fatal. Karena kita telah merusak aqidah kita sendiri,
dan itu petaka besar bagi seorang muslim.
Musibah itu Takdir Allah
Musibah dan bencana merupakan sesuatu yang telah ditakdirkan oleh
Allah lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah menulis takdir seluruh makhluk lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.” (HR. Muslim).
Sebagai seorang muslim, kita wajib mengimani takdir. Suatu ketika, malaikat Jibril datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya
tentang iman, maka di antara jawaban beliau adalah, “Hendaknya kamu
beriman kepada takdir, yang baik maupun yang buruk.” (HR. Muslim).
Iman kepada takdir adalah harga mati, tidak bisa ditawar-tawar. Shahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma berkata
tentang orang-orang yang mengingkari takdir di masanya, “Sampaikanlah
kepada mereka bahwa aku berlepas diri dari mereka dan mereka pun tidak
punya urusan denganku. Demi Allah, yang jiwa Ibnu Umar di tangan-Nya,
seandainya mereka punya emas sebesar gunung Uhud kemudian mereka
infakkan, maka Allah tidak akan menerimanya sampai mereka beriman
terhadap takdir.” (HR. Muslim).
Berlindunglah Kepada Allah
Seorang hamba yang ingin selamat dari berbagai macam musibah dan
bencana hendaknya hanya berlindung dan berdoa kepada Allah. Karena hanya
Allah yang menguasai segala urusan di langit dan di bumi. Dia-lah yang
menguasai segala manfaat dan madharat.
Isti’adzah (meminta perlindungan) merupakan salah satu bentuk do’a.
Sementara do’a adalah ibadah; sehingga tidak boleh ia ditujukan kepada
selain Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Doa itu adalah intisari ibadah.” (HR. Tirmidzi, hasan sahih).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Rabb kalian berfirman:
Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku kabulkan. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku pasti akan masuk Jahannam
dalam keadaan hina.” (QS Ghafir: 60). Di ayat lain, “Sembahlah Allah
saja, dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.”
(QS an-Nisaa’: 36)
Seorang yang berdoa dan memohon perlindungan kepada selain Allah
telah menujukan ibadah kepada yang tidak berhak menerimanya. Allah
ta’ala berfirman mengenai sesembahan yang diseru selain-Nya (yang
artinya), “Sesembahan-sesembahan yang kalian seru selain-Nya sama sekali
tidak menguasai apa-apa walaupun setipis kulit ari.” (QS Fathir: 13).
Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Janganlah kamu
menyeru/berdoa kepada selain Allah, sesuatu yang jelas tidak kuasa
memberikan manfaat dan madharat kepadamu. Kalau kamu tetap melakukannya
maka kamu benar-benar kamu termasuk orang yang berbuat zalim.” (QS
Yunus: 106)
Syirik Kezaliman Terbesar
Menujukan do’a dan ibadah kepada selain Allah merupakan kekafiran,
kemusyrikan, dan kezaliman. Kekafiran orang yang berdoa kepada selain
Allah merupakan ketetapan Al Qur’an. Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Barangsiapa yang menyeru/ berdoa kepada sesembahan lain
selain [berdoa] Allah, yang sama sekali tidak ada dalil yang
membenarkannya, maka sesungguhnya perhitungannya ada di sisi Rabbnya.
Sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak akan beruntung.” (QS Al
Mukminun: 117).
Berdoa kepada selain Allah pun termasuk kezaliman, bahkan kezaliman
yang terbesar. Karena ibadah adalah hak Allah. Barangsiapa yang
menujukan ibadah kepada selain Allah berarti dia telah menujukan ibadah
kepada yang tidak berhak menerimanya, dan itulah kezaliman. Hak Allah
adalah hak pertama dan paling agung yang harus dipenuhi, sehingga tidak
menunaikan hak Allah merupakan kezaliman yang paling besar. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman
yang sangat besar.” (QS Luqman: 13).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah atas
hamba adalah mereka beribadah kepada-Nya semata dan tidak
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari sini anda bisa mengetahui bahwa slogan-slogan penegakan keadilan
yang kerapkali didengungkan oleh sebagian kalangan namun dengan
meminggirkan agenda tauhid dan pemberantasan syirik sesungguhnya
merupakan seruan yang tidak adil dan tidak proporsional. Bagaimana
mereka begitu geram tatkala melihat kezaliman kepada makhluk, sementara
kezaliman terhadap hak Sang Khaliq justru dianggap remeh dan biasa-biasa
saja?
Orang Musyrik Pun Berdoa
Jangan Anda kira bahwa orang-orang musyrik tidak pernah berdoa kepada
Allah. Bahkan, mereka berdoa kepada Allah siang dan malam. Hanya saja
mereka mempersekutukan Allah di dalam doanya. Mereka berdoa kepada
Allah, namun mereka juga berdoa kepada selain Allah. Apalagi dalam
kondisi genting dan terjepit, mereka mengikhlaskan doanya untuk Allah
semata. Walaupun tatkala Allah selamatkan mereka, mereka pun kembali
berbuat syirik.
Allah ta’ala menceritakan hal itu dalam firman-Nya (yang artinya),
“Maka apabila mereka menaiki perahu -di lautan dan diterpa badai- mereka
pun berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan agama/doa kepada-Nya.
Namun, tatkala Allah selamatkan mereka ke daratan, tiba-tiba mereka pun
kembali berbuat syirik.” (QS Al ’Ankabut: 65).
Hal ini menunjukkan bagaimana keyakinan orang-orang musyrik di kala
itu. Mereka meyakini bahwa dalam keadaan terjepit tidak ada lagi yang
bisa menyelamatkan mereka kecuali Allah. Oleh sebab itu mereka berdoa
hanya kepada Allah, tidak kepada selain-Nya. Maka bandingkanlah dengan
sebagian orang pada masa sekarang ini yang berdoa, memohon perlindungan
dan keselamatan kepada selain Allah, baik ketika lapang maupun sempit.
Aduhai, alangkah bodohnya perbuatan mereka itu… Melebihi kebodohan
orang-orang musyrik masa silam.
Menyembelih Hewan itu Ibadah
Tidak boleh mempersembahkan sembelihan kepada selain Allah, karena
hal itu merupakan kemusyrikan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, sembelihanku, hidup dan matiku,
semuanya untuk Allah Rabb seru sekalian alam. Tidak ada sekutu
bagi-Nya…” (QS Al An’aam: 162). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pun bersabda, “Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain
Allah.” (HR. Muslim).
Boleh saja menyembelih untuk selain Allah kalau bukan dalam rangka
ritual persembahan. Seperti halnya menyembelih kambing untuk
walimah/resepsi, untuk hidangan tamu, untuk makan-makan/ pesta dan lain
sebagainya. Dalil-dalil tentang hal itu sudah sangat jelas dalam Al
Qur’an maupun as-Sunnah. Adapun sembelihan dalam rangka taqarrub/
pendekatan diri kepada Allah sudah ditentukan bentuk-bentuknya, seperti
halnya qurban pada hari raya Iedul Adha.
Hukum asal perkara ibadah/ ritual adalah haram sampai ada dalil yang memerintahkannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami, pasti akan tetolak.” (HR. Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
memperingatkan, “Waspadalah dari perkara-perkara yang diada-adakan
-dalam urusan agama-. Karena setiap yang diada-adakan itu adalah
bid’ah.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, Tirmidzi berkata: hasan sahih)
Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa menyembelih binatang -kerbau
atau apapun jenisnya- kemudian menanam kepala atau bagian tubuhnya yang
lain di tempat tertentu dengan alasan/niat untuk memohon keselamatan
kepada Allah jelas termasuk perbuatan yang mengada-ada dan tidak ada
tuntunannya. Karena tidak ada satupun dalil yang memerintahkan perbuatan
semacam itu, baik di dalam Al Qur’an maupun di dalam as-Sunnah, tidak
pula diamalkan oleh para Sahabat radhiyallahu’anhum. Lantas, ajaran
siapakah ini?
Belum lagi, jika kita telusuri lebih dalam. Ternyata perbuatan
semacam ini biasanya dilandasi keyakinan adanya jin atau sosok makhluk
gaib tertentu -selain Allah, yang mereka sebut dengan istilah gendruwo,
kuntilanak, simbah, dhemit, lelembut, dan sejenisnya- yang menguasai
alam ini -entah itu di laut selatan, gunung tertentu, jembatan yang akan
dibangun, sungai tertentu, pohon besar, dan sejenisnya- yang mereka
khawatirkan akan mendatangkan bahaya dan bencana apabila tidak diberikan
persembahan (sesaji) kepadanya. Takut kuwalat, takut tertimpa
malapetaka, itulah alasan mereka. Kalau seperti ini, jelas syirik
hukumnya. Apabila pelakunya meninggal dan belum bertaubat darinya, di
akhirat dia kekal di neraka.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang
mempersekutukan Allah maka Allah haramkan atasnya surga, dan tempat
tinggalnya adalah neraka. Dan tidak ada penolong bagi orang-orang yang
berbuat zalim (syirik) itu.” (QS Al Maa’idah: 72).
Penutup
Sebagian orang -semoga Allah menunjuki mereka- mungkin akan berdalih
bahwa hal itu mereka lakukan semata-mata untuk melestarikan tradisi
leluhur dan demi mengekspresikan rasa syukur. Aduhai, apakah ayat dan
hadits akan kita tolak dengan tradisi leluhur? Apakah syukur itu
diwujudkan dengan mempersekutukan Allah dan berbuat kekafiran
kepada-Nya?
“Anda terlalu kaku, kita harus mengenal kearifan lokal dan menghargai
budaya nenek moyang.” Sebagian orang bisa jadi berkomentar demikian.
Siapakah yang kaku sesungguhnya? Orang yang setia kepada bimbingan Al
Qur’an dan as-Sunnah ataukah orang yang bersikukuh mempertahankan
pendapatnya yang bertentangan dengan agama? Siapkah yang arif? Orang
yang mengikuti hawa nafsu dan perasaannya sembari membuang ayat dan
hadits, ataukah orang yang menundukkan jiwa dan raganya kepada ajaran
agama Allah yang hanif ini?
Wallahu a’lam.
Home »
Berita Muslim
» Ruwatan Itu Syirik
Ruwatan Itu Syirik
Written By Unknown on Monday, 14 January 2013 | 20:10
Related Articles
Labels:
Berita Muslim
Post a Comment
silahkan beri komentar anda disini..